Pusat Produksi Wajan di Bandung

Peralatan dapur dan perkakas rumah tangga seperti wajan dan sapu sudah hampir pasti selalu ada di setiap rumah. Bisa jadi, barang-barang yang ada di rumah Anda tersebut berasal dari sentra pembuatan alat-alat rumah tangga di Cibuntu Tengah, Bandung Kulon, Bandung, Jawa Barat.
Lokasi sentra ini tidak terlalu jauh dari Bandara Husein Sastranegara, Bandung. Anda hanya butuh waktu 30 menit untuk mencapai tempat itu. Ada sekitar 40 unit usaha yang tersebar di RT 06 dan RT 07 yang memproduksi peralatan dapur di gang-gang Jalan Terusan Holis di Cibuntu Tengah.
Produk-produk yang dihasilkan mulai dari wajan beraneka ukuran, sapu, serok, hingga kusen pintu. Para perajin juga membuat kuali berukuran besar. Rata-rata berdiameter 35 sentimeter (cm). Ukuran terbesar berdiameter 80 cm dan untuk wajan ukuran terkecil berdiameter 35 cm.
Setiap hari, para perajin mulai bekerja sejak jam 8 pagi hingga jam 3 sore. Ketika KONTAN mengunjungi sentra itu, suara bising dari ketukan palu ke plat baja untuk membuat wajan begitu memekakkan telinga.
Itu sebabnya, para pekerja disini hanya bekerja hingga pukul 3 sore agar warga sekitar tidak terlalu terganggu lantaran sentra ini berada di tengah-tengah pemukiman warga.
Para perajin wajan di sentra ini tidak tahu persis kapan sentra ini berdiri. Mereka hanya bilang sentra kuali ini sudah ada sejak tahun 1970-an. Masoha Untung (55), perajin perkakas rumah tangga di sentra ini mulai membuat kuali sejak 1991.
Awalnya dia hanya dibantu satu teman untuk memproduksi wajan. Kini dia sudah memiliki 10 orang karyawan. Barang-barang yang ia produksi adalah kuali, wajan berbagai ukuran, dan serok.
Selain memproduksi, Masoha juga memiliki toko sendiri untuk menjual produknya di Bypass Jalan Soekarno Hatta, Bandung. Dia juga kerap menerima pesanan untuk pembuatan kuali dari pabrik-pabrik seperti pabrik tahu dan tempe di Cibuntu.
Masoha membuat semua kuali dan wajan ini dengan menggunakan lembaran baja dan aluminium. Bahan baku lembaran baja itu dia dapat dari distributor di Bandung Wetan. "Kalau pesan bahan baku rata-rata dua kali sebulan," kata Masoha.
Harga jual kuali diameter 80 cm adalah Rp 600.000 per unit. Sedangkan kuali berukuran sedang seharga Rp 300.000 per unit dan yang berukuran kecil sekitar
Rp 70.000–Rp 100.000. Dalam sebulan, ia mengirim lebih dari 60 kuali ke berbagai daerah seperti Tasikmalaya, Cianjur, Medan, Banjarmasin dan Bandung. Dari situ, dia bisa meraup omzet sebesar Rp 40 juta per bulan.
Pengusaha wajan lainnya, Rachmat (47), dalam sebulan menghasilkan sebanyak 40 unit kuali ukuran kecil dan sedang, serta 15 unit kuali besar. Dia menjual kuali buatannya ke pabrik-pabrik salah satunya seperti pabrik tahu di Cibuntu*** Kontan

Menengok Kampung Langseng di Cileunyi, Sentra Pembuat Alat Masak yang Dijual Hingga Kalimantan

ANEKA WAJAN :
PUSAT PEMBUATAn DAN PEMESANAN WAJAN DAN DENDENG TERLENGKAP
MENERIMA PESANAN SELURUH WILAYAH INDONESIA
JUJUR dan AMANAH
HARGA FLEKSIBLE

Terdapat belasan industri rumahan yang setiap hari memproduksi alat masak berbahan seng mulai dari dandang, panci, langseng, wajan, hingga cerobong asap pabrik.

Suara mesin gerinda dan palu sengaja dipukul ke objek lembaran seng terdengar jelas, membuat banyak yang tidak menyangka, di balik deretan rumah penduduk terdapat aktivitas penghasil pundi-pundi rupiah.

Berbeda dengan industri pada umumnya, pembuatan alat masak di Kampung Langseng, seluruhnya dilakukan secara manual dan bertempat di halaman belakang rumah yang disulap menjadi bengkel produksi.

Pada 1980-an, jumlah tempat produksi rumahan langseng  mencapai puluhan, seiring waktu, jumlah tersebut semakin berkurang menjadi belasan.


Satu di antara belasan produksi rumahan yan masih bertahan, yaitu tempat produksi MJ grup, saat ini dilanjutkan oleh generasi keduanya, yakni oleh Aep Saepuloh (43).

Setiap harinya, di gubuk kayu berukuran 10 x 8 meter ini, delapan orang pekerja sibuk membuat berbagai alat masak, mulai dari membuat sketsa, memotong lembaran seng, hingga membentuk alat masak siap pakai.

Aep bercerita, tempat produksi tersebut awalnya didirikan oleh sang mertua, yakni Asep Halim, karena melihat peluang dan tertarik dengan apa yang dilakukan oleh warga kampung tersebut.

"Awalnya saya biasa saja tapi mulai tahun 2000 saya tertarik dan memutuskan untuk serius menjadi pembuat langseng, berbekal pengalaman dari bapak mertua," kata Aep 

Jumlah produksi buatan Aep dan delapan orang pekerjanya itu, setiap hari mencapai 100 buah kemudian dipasarkan ke beberapa daerah di Indonesia, mulai kota di Pulau Jawa, Sumatera, Kalimantan, hingga Nusa Tenggara Timur.

Untuk harga, kata Asep, alat masak yang biasa dipasarkan dalam satu set yang berisikan tiga hingga lima alat masuk berbagai ukuran, dijual mulai dari harga Rp 85 ribu hingga Rp 1,5 juta.

"Masih terbilang murah, dibandingkan alat masak impor yang satu setnya bisa sampai Rp 5 juta," katanya.




Lebih baru Lebih lama